Mengukur Angan-Angan

Hidup kadang seperti rangkaian bias-bias sinar terik yang membentuk fatamorgana. Terlihat begitu indah. Segar menawan. Ia melambai-lambai, membuat ruhani yang haus kian terpedaya.

Seperti itulah rupa hidup buat sebagian orang. Seperti itulah ketika kesenjangan antara idealita dengan realita tak lagi menumbuhkan kesadaran. Bahwa, hidup penuh perjuangan. Yang muncul selanjutnya adalah angan-angan. Andai saya bisa. Andai saya kaya

Kesenjangan makin parah ketika tarikan-tarikan idealita punya dua tangan. Adanya obsesi hidup serba lengkap di satu sisi, serta pergaulan yang begitu akrab dengan dunia serba mewah. Entah kenapa, ingatan begitu kuat menyimpan sederet merek mobil mewah, lokasi wisata kelas tinggi, trend baru seputar busana, handphone dan sebagainya. Ada selera hidup yang, boleh jadi, di luar kemestian.

Padahal, kenyataan diri berkali-kali menegaskan bahwa semua tuntutan gaya hidup itu di luar kemampuan. Bahwa, membayang-bayangkan sesuatu di luar kesanggupan hanya menguras energi tanpa manfaat. Seolah diri ingin mengatakan, “Inilah kenyataan. Terimalah. Jangan mimpi. Jangan terbuai angan-angan!”

Namun, penegasan itu sulit diterima diri yang terus dipermainkan nafsu. Pada saat yang sama, kesadaran jiwa kian tenggelam dengan angan-angan. Terus tersiksa dengan segala ketidakmampuan. Cahaya iman meredup. Hati pun menjadi gelap.

Seorang sahabat Rasulullah shalallahu alaihissalam,Abdullah bin Mas’ud, pernah memberikan nasihat. Ada empat hal yang menyebabkan hati manusia menjadi gelap. Yaitu, perut yang terlalu kenyang, berakrab-akrab dengan orang-orang zalim, melupakan dosa-dosa masa silam tanpa ada perasaan menyesal. Dan terakhir, panjang angan-angan.

Beliau radhiyallahu‘anhu juga memberikan nasihat sebaliknya.

Ada empat hal yang membuat manusia memiliki hati yang terang.

Yaitu, adanya kehati-hatian
dalam mengisi perut,
bergaul dengan orang-orang yang baik,
mengenang dosa-dosa dengan penuh penyesalan.
Dan keempat, pendek angan-angan.

Seperti itulah nasihat singkat dari seorang sahabat Rasul yang sejak kecil hidup apa adanya. Tapi kemudian, tumbuh menjadi seorang pakar Alquran, ahli fikih, dan beberapa penguasaan ilmu lain.

Umar bin Khattab pernah berkomentar tentang sosok Abdullah bin Mas’ud. “Sungguh ia terpelihara oleh kefaqihan dan ketinggian ilmunya.”

Ada beberapa sebab kenapa angan-angan kian memanjang.

Pertama, keringnya hati dalam mengingat Allah…Kekosongan-kekosongan itulah yang menjadi lahan subur tumbuhnya angan-angan. Allah taala. berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16)

Kedua, adanya kecintaan pada dunia. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia itu laut yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Maka hendaklah perahu duniamu itu senantiasa takwa kepada Allah ‘Azza Wajalla. Isinya iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya berupa tawakkal penuh pada Allah taala.
Anakku, berpuasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat.”

Seorang ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah memberikan nasihat soal ini. Janganlah sekali-kali menatap dan merenungi harta orang lain. Karena di situlah peluang setan menyusupkan godaannya.

Ketiga, menghinakan nikmat Allah. Sangat wajar jika seorang manusia ingin hidup kaya. Dan Islam sedikit pun tidak melarang umatnya menjadi orang kaya. Justru, ada hadits Rasulullah saw. yang mengatakan, “Kaadal faqru ayyakuuna kufron” (Boleh jadi kefakiran menjadikan seseorang kepada kekafiran). Masalahnya tidak pada sisi itu. Ketika seseorang tidak mampu menerima kenyataan apa adanya, ada sesuatu yang hilang. Itulah syukur terhadap nikmat Allah.

Rasulullah saw. bersabda, “Dua hal apabila dimiliki seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Attirmidzi)

Jika seorang hamba Allah kurang bersyukur, yang terjadi berikutnya adalah buruk sangka pada Allah swt. Menganggap Allah kurang bijaksana. Menganggap Allah tidak adil. Padahal, semua kebijaksanaan Allah adalah pilihan yang terbaik buat hamba-Nya. Boleh jadi, kemiskinan buat seseorang memang merupakan situasi yang tepat buat hamba Allah itu.

Seperti itulah firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 27. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.

Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”

Terakhir, adanya kekaguman terhadap seseorang karena sisi kekayaannya. Begitulah mereka yang kehilangan identitas keimanannya. Gampang kagum dengan sesuatu dari kulit luarnya: penampilan dan kekayaan. Padahal, kenyataan hidup yang terlihat tidak seindah yang dibayangkan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS. Ali Imran: 196)

Kehidupan memang tak bisa lepas dari pemandangan menipu sejenis fatamorgana. Tapi semua itu tidak akan mampu menggoda hati-hati yang tidak dahaga. Karena nikmat Allah yang ada sudah teramat layak untuk disyukuri.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/12/17/336/mengukur-angan-angan/#ixzz39OY3eONS

“Inilah Aku..”

tumblr_na859yJH2f1tihhoqo1_1280
anggun233.wordpress.com

Dahulu

Imam Yahya bin Ma’in pernah dihina oleh tetangganya..

Maka beliau menangis sambil berkata, “Dia benar.. siapalah aku.. aku tidak ada apa-apanya..”

(Siyar a’laaminubala 6/450)..

Itulah ketawadlu’an ulama..

Syaikhul Islam pernah dipuji dihadapannya..

Beliau berkata,

“Aku sendiri sampai sekarang masih berusaha memperbaiki keimananku..
Keislamanku belum bagus.. “
(Madarijussalikin 1/524)..
🌲

Bandingkanlah dengan diri kita yang sedikit saja punya kelebihan..

Kita berkata,

“Inilah aku..”

Ustad abu yahya badrussalam

 

Jangan Coba Coba

Sekali maksiat akan susah melepasnya.

Ketika kita membuka 1 pintu maksiat, maka akan terbuka pintu pintu maksiat selanjutnya….

“Nyoba ah maksiat sekali aja
Nyoba ah kan bisa istghfar
Kan bisa bertaubat
Allah kan maha pengampun…”
Dsb…

———

Jangan coba coba melakukan maksiat..
1. Tidak ada jaminan umur panjang sehingga bisa bertaubat. Mungkin ketika sedang bermaksiat, ketika sedang berzina, kerika sedang melihat hal hal yang diharamkan dsb, lalu ia meninggal dunia..

2. Tidak ada jaminan meski umurnya panjang tapi ia tetap tidak diberi hidayah untuk bisa bertaubat.

3. Tidak ada jaminan, jikapun umurnya panjang lalu ia masih ada kesempatan bertaubat, tidak ada jaminan taubatnya diterima.

Astaghfirullahaladzim….

Kutipan kajian  : “Semua keburukan itu bermuara dari dosaku”
Ust ahmad Zainnudin

Bertaubatlah…

28832_420176559622_6871784_n
anggun233.wordpress.com

Oleh : Ustad Ferry Nasution

Saudara-saudariku yang berbahagia diatas hidayah dan rahmat ALLAH سبحانه وتعالى ,

adalah termasuk dari sifat seorang muslim atau muslimah yang sejati yang berpegang teguh dengan agamanya, yaitu mereka senantiasa menjauhi perbuatan dosa besar dan keji.

Sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman:

(Artinya) “Dan hanya kepunyaan ALLAH-lah apa-apa yang ada di langit dan di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada yang berbuat baik dengan pahala yang baik. Yaitu orang-orang yang MENJAUHI DOSA-DOSA BESAR dan PERBUATAN KEJI yang selain kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menciptakanmu dari tanah dan ketika kamu masih berbentuk janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bertaqwa.”

(An-Najm: 31-32)

Saudaraku…

Hidup di dunia yang fana ini, kita tidak pernah lepas dari perbuatan dosa & ma’siyat, tetapi Islam tidak membiarkan perbuatan dosa & ma’siyat itu terus menerus pada diri seorang muslim.

Saudaraku..

ALLAH سبحانه وتعالى menjanjikan kepada hamba-Nya yang mereka mampu menjauhi perbuatan dosa yaitu dengan AMPUNAN & SYURGA…

Sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman:

(Artinya) “Jika kamu sekalian meninggalkan dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami akan hapus kesalahan-kesalahan (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (syurga).”

(An-Nisa: 31)

Perhatikanlah wahai saudaraku…

Begitu luasnya kasih sayang dan rahmat dari ALLAH…

Begitu luasnya ampunan dari ALLAH…

Namun sedikit sekali dari kita yang menyadarinya tentang hal tersebut…

Wahai saudaraku,

apakah pantas bagi kita…??

Yang setiap detik senantiasa kita menikmati & merasakan kenikmatan serta rizki dari ALLAH, namun sedikit dari kita yang bersyukur kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.

Dan banyak dari kita justru yang bergelimang dengan dosa dan ma’siyat dengan menggunakan kenikmatan dari ALLAH.

Untuk itu wahai saudaraku..

kami menasehatkan untuk diriku dan kepada saudara-saudariku untuk bertaubat kepada ALLAH dengan taubat nasuha sebelum ajal menjemputmu!

Dan taubat itu akan timbul dari keteguhan hati yang sangat kuat untuk menghilangkan noda-noda dosa pada diri seorang hamba.

Maka sepatutnya bagi seorang hamba hendaknya segera bertaubat dan mendekatkan diri kepada ALLAH serta berusaha utk mencari keselamatan kepada yg menguasai keselamatan yaitu ALLAH سبحانه وتعالى .

Seperti ALLAH Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, taubatlah kamu kepada ALLAH dengan taubat nasuha (semurni-murninya), mudah-mudahan Tuhanmu menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai..”

(At-Tahrim: 8)

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Seseorang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak berbuat dosa.”

(Ibnu Majah 4250)

Semoga ALLAH Ta’ala memudahkan kita semua untuk senatiasa bertaubat kepada-Nya……

Sebelum kematian menjemput kita….

Sebelum lidah menjulur kaku…

Kunci rapat-rapat pintu syahwat dan syubhat!…., yang dengannya kita akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar…dan senantiasa kita untuk bersegera mengerjakan amal kebajikan di sisa-sisa umur kita….

Dan terus kita harus tetap menuntut ilmu syar’i yang dengannya kita dapat memahami jalan-jalan kebaikan/ ketaatan….

Semoga ALLAH mengampuni dosa-dosaku, dosa kedua orang tuaku, anak dan istriku, keluargaku dan umumnya kaum muslimin.

 


 

 

Manusia tidak ada yang bisa lepas dari kesalahan maupun dosa, baik besar maupun kecil. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَم خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

“Setiap anak Adam melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat”. (Hasan. Riwayat Ahmad)

 

Disyariatkannya bertaubat

Para Ulama’ berkata, Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada 3 syarat taubat:

1) Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.

2) Menyesali perbuatannya.

3) Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.

Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.

Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak orang yang bersangkutan.

Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.

Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.

Imam An Nawawi Rahimahullahu menambahkan syarat bertaubat yaitu ikhlas karena Allah semata dan masih dalam waktu diterimanya taubat (bukan ketika nyawa sudah di kerongkongan ataupun setelah matahari terbit dari barat).

Memilih Yang Baik

Allah menciptakan kebaikan dan keburukan secara sama. Dia menjadikan semua itu sebagai ujian untuk mencapai jalan menuju surga atau neraka, karena setelah melalui ujian yang berlangsung lama, akan terlihatlah mana yang baik. Akan ada mukmin yang bersabar dan ada juga orang dengan kepribadian lemah yang tidak mampu menghadapi berbagai macam kesulitan.

Ujian kehidupan dunia umumnya menyingkap sifat sifat paling buruk Manusia
Karena ujian memberikan kesempatan yang tepat untuk memperbaiki semua sifat tersebut. Adanya penyakit kronis yang menimpa seseorag menunjukkan adanya ketidakberesan dalam tubuh yang bersangkutan atau kelemahan rohani.

Ada orang yang aib-aibnya terbongkar kala tertimpa ujian, kemudian segera ia benahi selama hayat masih dikandung badan. Akhirnya ia pun terlepas dari kondisi hina dan selanjutnya akhlaknya kian membaik.

Ada juga orang yang punya nama baik, terpuji lagi terhormat, ia mengalami kebangkrutan hingga ia menghalalkan segala segara cara untuk mendapatkan uang kembali,

Lihatlah bagaimana ujian kadang memperlihatkan sifat sifat buruk seseorang….

Begitulah ujian…
Menampakkan jelas mana kebaikan
Dan mana keburukan..
Pilihlah yang baik…
Ikhlas Dan Tetap berjalan di koridor ketaatan
Dijalan yang Allah ridho
Supaya harga diri tetap terjaga meski ujian melanda..

Si Miskin Yang Mulia, Carilah dan Bantulah Ia…..

Orang yang mulia adalah orang yang berusaha menjaga harga dirinya, ia tetap menjaga rasa malunya, meskipun menghadapi kesulitan hidup, akan tetapi ia tetap berusaha menyembunyikan kesulitan yang ia hadapi…ia bukanlah orang yang suka berkeluh kesah kepada orang lain…apalagi meminta-minta kepada orang lain…, inilah sifat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu kaum muhajirin radhiallahu ‘anhum. Allah berfirman

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui” (QS Al-Baqoroh : 273)
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat ini tentang kaum muhajirin, yang tatkala berhijroh ke kota Madinah mereka dalam kondisi miskin karena harus meninggalkan harta yang selama ini mereka kumpulkan di Mekah. Akan tetapi mereka tetap menjaga harga diri mereka dan tidak meminta-minta kepada masyarakat.

Kultsum bin ‘Amr At-Taghlibi berkata

إِنَّ الْكَرِيْمَ لَيُخْفِي عَنْكَ عُسْرَتَهُ حَتَّى تَرَاهُ غَنِيًّا وَهُوَ مَجْهُوْدُ

Orang yang mulia sungguh akan menyembunyikan kesulitannya darimu….
Hingga engkau mengiranya kaya padahal dia dalam kesulitan

وَلِلْبَخِيْلِ عَلَى أَمْوَالِهِ عِلَلُ زُرْقُ الْعُيُوْنِ عَلَيْهَا أَوْجُهٌ سُوْدُ

Orang pelit meskipun banyak hartanya akan tetapi pada dirinya banyak penyakit…
(sampai) biru matanya dengan wajah yang hitam…..

إِذَا تَكَرَّمْتَ عَنْ بَذْلِ الْقَلِيْلِ وَلَمْ تَقْدِرْ عَلَى سَعَةٍ لَمْ يَظْهَرِ الْجُوْدُ

Jika engkau enggan berkorban/menyumbang yang sedikit…sementara engkau tidak mampu untuk memberikan yang banyak…maka tidak akan nampak kedermawanan

بُثَّ النَّوَالَ وَلاَ تَمْنَعُكَ قِلََّتُهُ فَكُلُّ مَا سَدَّ فَقْرًا فَهُوَ مَحْمُوْدُ

Tebarkanlah pemberian/sedekah dan jangan engkau terhalang karena sedikitnya…
Semua pemberian yang menutupi kemiskinan maka terpuji…
Karenanya Allah memerintahkan kita untuk mencari orang-orang yang seperti ini, yaitu orang-orang yang dalam kondisi kesulitan akan tetapi tetap berusaha menjaga harga dirinya dengan tidak meminta-minta kepada orang lain. Sampai-sampai orang yang tidak mengerti kondisi mereka akan menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya. Kalaupun mereka meminta bantuan kepada orang lain, maka mereka meminta tidak dengan memaksa sehingga harus merendahkan diri dan memohon belas kasih dan lain sebagainya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ”

“Bukan orang miskin yang hakiki adalah orang yang ditolak oleh sebutir kurma dan dua butir kurma, dan ditolak oleh sesuap atau dua suap makanan, akan tetapi miskin (yang sejati/hakiki) adalah yang menjaga harga diri (tidak meminta-minta)” (HR Al-Bukhari no 4539)

Dalam riwayat yang lain :

لَيْسَ الْمِسْكِيْنُ الَّذِي تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ وَلَكِنَ الْمِسْكِيْنَ الَّذِي لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِي

“Bukanlah miskin yang ditolak oleh sesuap atau dua suap makanan, akan tetapi miskin adalah yang tidak berkecukupan dan dia malu”(HR Al-Bukhari no 1476)

Dalam riwayat yang lain

لَيْسَ الْمِسْكِيْنُ الَّذِي يَطُوْفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنَّ الْمِسْكِيْنَ الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيْهِ وَلاَ يُفْطَنُ بِهِ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُوْمُ فَيَسْأَلَ النَّاسَ

“Bukanlah miskin yang keliling meminta-minta kepada manusia lalu ia ditolak dengan sesuap atau dua suap makanan dan sebutir dan dua butir kurma. Akan tetapi miskin adalah yang tidak mendapatkan kecukupan untuk mencukupinya dan tidak ada yang mengetahui kondisinya untuk memberi sedekah kepadanya, dan ia tidak berdiri meminta kepada masyarakat. (HR Al-Bukhari no 1479)

Orang yang keliling meminta-minta kepada mayarakat, tatkala ia mengetuk pintu lalu diberikan sebutir atau dua butir korma maka ia tertolak (pergi) menuju ke pintu yang lain (atau ia tertolak menuju pintu-pintu karena membutuhkan sesuap atau dua suap makanan), tentunya ia adalah orang yang miskin. Akan tetapi maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam adalah miskin yang hakiki, miskin yang sempurna kemiskinannya, miskin yang sangat parah, yang sesungguhnya, yaitu orang yang kekurangan akan tetapi tidak menampakkan kekurangannya karena malu untuk menjaga harga dirinya !!!

Karenanya :

– Jika anda adalah orang yang menghadapi kesulitan hidup maka janganlah suka berkeluh kesah kepada manusia atau makhluk yang lain. Berkeluh kesahlah kepada Allah yang Maha Kaya, dan semuanya hanya dengan perintahnya “Kun” Fayakuun…!!!.

Sebagaimana perkataan Nabi Ya’qub ‘alaihis salaam tatkala diuji oleh Allah dengan kehilangan dua putranya Nabi Yusuf dan saudaranya. Maka Nabi Ya’qub ‘alaihis salaam berkata :

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ

“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku” (QS Yusuf : 86)

– Jika anda ternyata harus tetap meminta tolong kepada orang lain, maka janganlah meminta pertolongan dengan memaksa, apalagi sampai merendahkan dan menghinakan diri…, akan tetapi tetap berusaha dan berdoa untuk mendapatkan solusi.

– Jika anda memiliki kelebihan harta maka selain anda memberikan sumbangan/bantuan kepada orang yang menunjukkan dan menceritakan kesulitan dan kebutuhannya, akan tetapi jangan lupa agar anda juga mencari orang-orang miskin yang mulia, yang tidak meminta-minta karena malu dan menjaga harga diri mereka. Cari tahu kebutuhan-kebutuhan mereka melalui sahabat-sahabatnya.

– Jika anda memiliki sedikit keuangan, maka jangan enggan untuk menyumbang, jangan sampai berkata : “Kalau sudah kaya baru aku bersedekah…”, atau berkata : “Aku hanya punya sedikit, dan apa manfaatnya sumbangan sedikit ini, tunggu hingga aku bisa mengumpulkan yang banyak…”. Karena bagaimanapun nominal sumbangan tentu tetap bermanfaat dan bernilai di sisi Allah. Meskipun jumlah sumbangan kecil akan tetapi jika banyak yang melakukannya maka akan sangat bermanfaat bagi saudara-saudara kita yang miskin.

Intinya : Jika anda sedih melihat orang yang meminta-minta…maka ketahuilah ada saudara-saudara anda yang juga rajin beribadah…kondisnya sangat miskin…akan tetapi engkau tidak mengetahuinya…atau engkau belum mengetahuinya…cari tahulah siapa dan dimana dia…ulurkan tanganmu kepadanya…bahagiakan hatinya dengan hadiah dan pemberianmu…

http://firanda.com/index.php/artikel/wejangan/596-si-miskin-yang-mulia-carilah-bantulah-dia

The Islamic Workplace

Enabling Muslims and Non-Muslims To Work More Effectively and Harmoniously Together

=TAPAK PELAJAR=

MENEMPUH DI JALAN ALLAH

sabaritucantik

be patient is another kind of beauty

BERILMU - BERAMAL

Beramal dengan Ilmu, Berilmu untuk diamalkan

Diary Hujan ™

karena hujan senantiasa mengajarkanku tentang arti cinta dan kehidupan...